Tanam Edamame, Anak Perusahaan PTPN I Diversifikasi Komoditas

JAKARTA — Mamanfaatkan lahan cadangan, PTPN I melalui PT Mitra Tani Dua Tujuh menanam edamame (sejenis kacang kedelai) dan okra (sejenis timun). Sejak tahun 2020, anak perusahaan PTPN I ini mengelola 450 hektare lahan dengan tanaman golongan sayur tersebut dibagi dalam tiga siklus. Sebanyak 80 persen produksi yang dihasilkan di ekspor ke Jepang, Eropa, Australia, dan beberapa negara lain. Namun demikian, konsumen lokal bisa memperoleh produk dalam bentuk frozen di beberapa pasar modern.

Informasi tentang produk ini disampaikan Agus Subagio, Supervisor PT Mitra Tani Dua Tujuh (MTDT) Wilayah Barat, di Jakarta, Senin (8/9/25). Agus Subagio mengatakan, PT MTDT sebagai anak usaha PTPN I Regional 5 melakukan pengembangan komoditas ini setelah melakukan berbagai kajian. Selain mencari sumber pendapatan baru bagi perusahaan, langkah ini merupakan diversifikasi komoditas yang akan menguatkan posisi PTPN I.

“Sesuai misi dan visi PTPN I yang mendapat mandat PTPN Holding mengelola rupa-rupa komoditas, kami terus mencari peluang untuk menemukan profit centre baru. Tanaman edamame atau orang sering menyebut sebagai kedelai Jepang, juga okra atau timun Jepang ini sangat prospektif. Produksi kami terserap pasar ekspor ke berbagai negara, utamanya Jepang yang hampir 80 persen. Dan kami terus kembangkan,” kata Agus Subagio optimistis.

Tanaman edamame dan okra yang siklus umur tanam hingga panen hanya empat bulan ini cukup mudah dibudi dayakan. Untuk memastikan kontinuitas pasokan, pihaknya membagi lahan seluas 450 hektare menjadi tiga siklus dengan masing-masing empat bulan. Dengan teknik agronomi yang ketat, perawatan intensif, dan perlakuan pascapanen sesuai dengan standar mutu dan keamanan bahan pangan, PT MTDT berhasil meyakinkan pasar ekspor tang demikian ketat.

Agus Subagio mengatakan, untuk menembus pasar internasional, pihaknya melaksanakan standar mutu dan keamanan produk pangan dengan sangat rigid. Selain operasional di lapangan, pihaknya juga mengurus sertifikat keamanan pangan internasional sebagai legalitas penjamin produk yang dihasilkan sesuai standar yang ditetapkan.

“Kita tahu, produk pangan jika ingin menembus pasar global itu standarnya sangat tinggi. Bukan hanya barang yang akan diekspor yang diperiksa, tetapi asal usul hingga proses di on farm nya juga harus sesuai kaidah. Termasuk soal higienitas, bebas pestisida, bebas kontaminan, ditanam di lahan legal, dan lainnya sangat ketat. Dan alhamdulillah kami bisa memenuhi standar itu, termasuk sertifikat keamanan pangan yang diakui secara internasional,” kata dia.

Secara perinci, Agus Subagio menunjukkan angka-angka produksi edamame dan okra dari tahun 2020 hingga 2024 yang diekspor dalam bentuk frozen. Pada 2020, pihaknya memproduksi 8. 437 ton; tahun 2021 sebanyak 8.033 ton; tahun 2022 sebanyak 8.294 ton; dan tahun 2023 sebanyak 7.569 ton.

Selain edamame dan okra, Agus Subagio mengatakan pihaknya juga terus mencari terobosan untuk menemuka peluang usaha baru yang lebih prospektif. “Kami juga menanam kentang manis dan buncis atau ingen, tetapi belum banyak. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih luas lagi,” kata dia. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *