Bandarlampung – Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kantor Wilayah II (KPPU Kanwil II) menemukan adanya Regulasi yang dapat menciptakan hambatan Persaingan Usaha pada kegiatan usaha Apotek di Kota Metro, sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Walikota Metro Nomor 39/SE/D-02/2022 tentang Moratorium Pendirian Apotek di Kota Metro.
Diketahui, Melalui SE Walikota Metro No. 39/SE/D-02/2022, Pemerintah Kota Metro beranggapan bahwa perbandingan jumlah Apotek dan penduduk di Kota Metro sudah melebihi perhitungan rasio. Atas kondisi tersebut Pemerintah Kota Metro berencana untuk mengeluarkan Peraturan yang mengatur tentang pendirian Apotek di Kota Metro dan mengambil kebijakan untuk melakukan moratorium pendirian Apotek sampai dengan dikeluarkannya regulasi pendirian Apotek di Kota Metro.
Kepala Kantor KPPU Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro menyampaikan bahwa KPPU menilai Surat Edaran Walikota Metro tentang Moratorium Pendirian Apotek tidak sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1999 (UU 5/1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Disampaikannya juga, Berdasarkan prakarsa penilaian kebijakan yang dilakukan melalui Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU), KPPU juga menemukan adanya persinggungan antara SE Walikota Metro No. 39/SE/D-02/2022 terhadap daftar periksa DPKPU. “Karena adanya subtansi pengaturan yang menciptakan pembatasan jumlah pelaku usaha, jumlah penjualan/pasokan jasa di dalam pasar, serta diskriminatif terhadap pelaku usaha tertentu,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima wartawan, Selasa (23/5).
Dengan adanya persinggungan antara moratorium pendirian Apotek di Kota Metro terhadap daftar periksa DPKPU, selanjutnya KPPU melakukan analisis lanjutan dan menemukan terdapat latar belakang lain yang mendorong dikeluarkannya SE Walikota Metro No. 39/SE/D-02/2022. “KPPU melihat bahwa sumber inisiatif pengaturan pendirian Apotek dan Moratorium pendirian Apotek di Kota Metro berawal dari keengganan Asosiasi Profesi di Kota Metro untuk menerima kehadiran Apotek berjaringan di Kota Metro,” ungkapnya.
Selanjutnya pada analisis perhitungan rasio yang menjadi dasar pemerintah Kota Metro mengeluarkan SE Walikota Metro No. 39/SE/D-02/2022, KPPU melihat standar perhitungan rasio yang digunakan adalah perhitungan rasio Apoteker bukan menggunakan rasio Apotek.
Meskipun KPPU memahami bahwa penggunaan perhitungan rasio Apotek di Kota Metro menggunakan pendekatan rasio Apoteker karena belum adanya pengaturan terkait standar perhitungan rasio Apotek di Indonesia. “Akan tetapi, KPPU menemukan adanya perbedaan perhitungan rasio kebutuhan Apoteker antara perhitungan Pemerintah Kota Metro dengan Penelitian terbaru yang dikeluarkan oleh Direktorat Perencanaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan dalam Dokumen Target Rasio Tenaga Kesehatan bersama Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI),” bebernya.
Berdasarkan Naskah Akademik yang menjadi rujukan Pemerintah Kota Metro, perhitungan rasio Apotek dilakukan melalui pendekatan perhitungan rasio Apoteker berdasarkan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan (Kepmenkokesra No 54 Tahun 2013) dengan Target Rasio Tahun 2019 sebesar 1:8.333 Penduduk. Kemudian dengan merujuk pada perbandingan rasio berdasarkan Direktorat Perencanaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan bersama PP IAI didapatkan perbandingan rasio 0,91 Apoteker per 1.000 penduduk.
Lebih lanjut, dengan merujuk pada perbandingan rasio berdasarkan Direktorat Perencanaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan bersama IAI, maka seluruh Kecamatan di Kota Metro belum memenuhi target rasio 0,91 Apoteker per 1.000 penduduk, sehingga masih dibutuhkan penambahan jumlah Apotek dan Apoteker di 5 (lima) Kecamatan yang ada di Kota Metro.
“Atas hasil analisa terhadap SE Walikota Metro No. 39/SE/D-02/2022 tentang Moratorium Pendirian Apotek di Kota Metro, KPPU akan segera menyampaikan Pendapat KPPU kepada Walikota Metro yang prosesnya sudah berada pada tahap finalisasi,” tutupnya. (*).